Aktiviti



Kuliah Bulan April 2010



19-04-2010 -Fiq Daulah
Ust. Zamri Syafik


21-04-2010 -Sifat 20
Ust. Dr.Zulkifli Mohammad Al Bakri



Muslimin Muslimat Dijemput Hadir


Hadis Pilihan



Rasulullah bersabda "Sesungguhnya hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yg dirosakkan oleh air." Seorang sahabat telah bertanya "Apakah caranya untuk menjadikan hati itu bersinar kembali?" Jawab Rasulullah "Banyakkan mengingati maut dan membaca Al-Quran."
(riwayat Baihaqi dari Ibnu Umar)


Sabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya ada sebahagian daripada umatku yang akan meminum arak dan mereka menamakannya dengan nama yang lain(bukan arak). (Mereka meminumnya) sambil dialunkan dengan bunyi muzik dan suara artis-artis. Allah SWT akan menenggelamkan mereka ke dalam bumi (dengan gempa bumi) dan akan menjadikan mereka seperti kera dan **** (setelah mati)". (Hadis Riwayat Ibnu Majjah)

Drpd Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya di antara tanda-tanda telah hampirnya hari Qiamat itu, berlaku banyak kematian manusia secara mendadak" (Hadis riwayatThabrani)

Drpd Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak akan datang hari qiamat sehinggalah berlakunya banyak gempa bumi" (Hadis Riwayat Bukhari)

Rasulullah SAW bersabda: "Sebelum berlakunya hari qiamat, akan terdapatnya kematian yang amat menakutkan dan kemudian dari itu berlakulah tahun-tahun gempa bumi" (Hadis riwayat Ahmad



Bingkisan

RAMADHAN

BIL 1/09 1 Ramadhan 1430/22 Ogos 2009

Diriwayatkan dalam sebuah hadith yang bermaksud:


“Dari Salman ra, berkata: Rasulullah s.a.w. berkhutbah kepada kami pada hari akhir bulan syaaban, sabdanya: “Wahai manusia, suatu bulan yang mulia lagi penuh rahmat telah menaungi kamu sekalian; iaitu bulan yang berisi suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan; suatu bulan yang Allah tetapkan kewajipan berpuasa padanya dan disunatkan solat pada malamnya.


Barang sesiapa yang mendekatkan diri kepada Allah pada masa ini dengan melakukan kebajikan, maka ia sama dengan orang yang melakukan suatu perbuatan wajib pada bulan lain. Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan wajib pada bulan ini, maka ianya sama dengan tujuh puluh perbuatan wajib pada bulan lain. Bulan ini adalah bulan kesabaran, dan kesabaran itu pahalanya syurga.


Barang sesiapa memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa pada bulan ini, bererti ia memperolehi keampunan atas dosa-dosanya dan pembebasan dari seksa neraka, serta pada masa yang sama ia tetap memperolehi pahala sama dengan orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa, “lalu sahabat bertanya” Ya Rasulullah, tidak semua kita berkemampuan memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa” Rasulullah s.a.w. bersabda: Allah memberi pahala ini kepada sesiapa pun yang memberi makanan berbuka walaupun hanya sebiji kurma kepada orang yang berbuka atau memberi seteguk air atau seteguk susu. Bulan ini awalnya merupakan rahmat, pertengahannya merupakan pengampunan dan bahagian akhirnya merupakan pembebasan dari neraka.


(HR.Ibnu Khuzaimah, Baihaqi dan Ibnu Hibban)


Fadhilat sembahyang sunat terawih malam pertama hingga ke tujuh.


01. Keluar dosa-dosa orang mukmin pada malam pertama sepetimana ia baru dilahirkan.

02. Diampun dosa-dosa orang mukmin yang sembahyang terawih serta kedua ibu bapanya.

03. Berseru Malaikat di bawah Arash supaya kami meneruskan sembahyang terawih terus menerus semoga allah mengampunkan dosa engkau.

04. Memperolehi pahala ia sebagaimana pahala orang-orang yang membaca kitab-kitab Taurat,Zabur,Injil dan Al-Quran.

05. Allah kurniakan baginya pahala seumpama orang yang bersembahyang di Masjidilharam,Masjid Madinah dan Masjid Aqsa.

06. Allah kurniakan pahala kepadanya pahala Malaikat-Malaikat yang tawaf di Baitul Ma’mur (70 ribu Malaikat sekali tawaf), serta setiap batu-batu dan tanah-tanah mendoakan supaya Allah

mengampunkan dosa-dosa orang yang mengerjakan sembahyang terawih pada malam ini.

07. Seolah-olah ia dapat bertemu dengan Nabi Musa serta menolong Nabi Musa menentang musuh ketatnya fir’aun dan Hamman.

Related Posts with Thumbnails
Selamat Menyambut Ramadhan Al Mubarak dan Selamat Berpuasa



Related Posts with Thumbnails

Hadith Tsulasa’: Renungan tentang Bulan Ramadhan oleh Imam As-Syahid Hassan Al-Banna

Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah swt. Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad, juga untuk segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat.

Wahai Ikhwan yang mulia. Saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari sisi Allah yang diberkati dan baik: assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Pada malam ini, yang merupakan akhir bulan Sya’ban, kita menutup serial kajian kita tentang Al-Qur’anul Karim, tentang kitab Allah swt. Insya Allah, pada sepuluh malam yang pertama bulan Syawal, kita kembali kepada tema tersebut. Setelah itu kita akan membuka serial baru dari ceramah-ceramah Ikhwan, yang temanya insya Allah: Kajian-Kajian tentang Sirah Nabi dan Tarikh Islam.

Ramadhan adalah bulan perasaan dan ruhani, serta saat untuk menghadapkan diri kepada Allah. Sejauh yang saya ingat, ketika bulan Ramadhan menjelang, sebagian Salafush Shalih mengucapkan selamat tinggal kepada sebagian lain sampai mereka berjumpa lagi dalam shalat ‘Id. Yang mereka rasakan adalah ini bulan ibadah, bulan untuk melaksanakan shiyam (puasa) dan qiyam (shalat malam) dan kami ingin menyendiri hanya dengan Tuhan kami.

Ikhwan sekalian, sebenarnya saya berupaya untuk mencari kesempatan untuk mengadakan kajian Selasa pada bulan Ramadhan, tetapi saya tidak mendapatkan waktu yang sesuai. Jika sebagian besar waktu selama setahun telah digunakan untuk mengadakan kajian-kajian tentang Al-Qur’an, maka saya ingin agar waktu yang ada di bulan Ramadhan ini kita gunakan untuk melaksanakan hasil dari kajian-kajian tersebut. Apalagi, banyak di antara ikhwan yang melaksanakan shalat tarawih dan memanjangkannya, sampai mengkhatamkan Al-Qur’an satu kali di bulan Ramadhan. Ini merupakan cara mengkhatamkan yang indah. Jibril biasa membacakan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari Nabi saw. Sekali dalam setahun. Nabi saw. mempunyai sifat dermawan, dan sifat dermawan beliau ini paling menonjol terlihat pada bulan Ramadhan ketika Jibril membacakan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an beliau. Beliau lebih dermawan dan pemurah dibandingkan dengan angin yang ditiupkan. Kebiasaan membacakan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an ini terus berlangsung sampai pada tahun ketika Rasulullah saw. diberi pilihan untuk menghadap kepada Ar-afiq Al-A’la (Allah swt. — pen.), maka ketika itu Jibril membacakan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an beliau dua kali. Ini merupakan isyarat bagi Nabi saw. bahwa tahun ini merupakan tahun terakhir beliau hidup di dunia.

Ikhwan sekalian, Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Rasulullah saw. pernah bersabda mengenainya, “Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat kepada hamba di hari kiamat. Puasa akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalangi-nya dari makan dan syahwat, maka perkenankanlah aku memberikan syafa ‘at untuknya.’ Sedangkan Al-Qur’an akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalanginya dan tidur di malam hari, maka perkenankan aku memberikan syafaat untuknya. ‘Maka Allah memperkenankan keduanya memberikan syafaat. ” (HR. Imam Ahmad dan Ath Thabrani)

Wahai Ikhwan, dalam diri saya terbetik satu pemikiran yang ingin saya bicarakan. Kerana kita berada di pintu masuk bulan Puasa, maka hendaklah pembicaraan dan renungan kita berkaitan dengan tema bulan Ramadhan.

Ikhwan sekalian, kita telah berbicara panjang lebar tentang sentuhan perasaan cinta dan persaudaraan yang dengannya Allah telah menyatukan hati kita, yang salah satu dampaknya yang paling terasa adalah terwujudnya pertemuan ini kerana Allah. Bila kita tidak akan berjumpa dalam masa empat pekan atau lebih, maka bukan berarti bara perasaan ini harus padam atau hilang. Kita tidak mesti melupakan prinsip-prinsip luhur tentang kemuliaan dan persaudaraan kerana Allah, yang telah dibangun oleh hati dan perasaan kita dalam majelis yang baik ini. Sebaliknya, saya yakin bahwa ia akan tetap menyala dalam jiwa sampai kita biasa berjumpa kembali setelah masa percutian ini, insyaAllah. Jika ada salah seorang dari Anda melaksanakan shalat pada malam Rabu, maka saya berharap agar ia mendoakan kebaikan untuk ikhwannya. Jangan Anda lupakan ini! Kemudian saya ingin Anda selalu ingat bahwa jika hati kita merasa dahaga akan perjumpaan ini selama minggu-minggu tersebut, maka saya ingin Anda semua tahu bahwa dahaganya itu akan dipuaskan oleh mata air yang lebih utama, lebih lengkap, dan lebih tinggi, yaitu hubungan dengan Allah swt., yang merupakan cita-cita terbaik seorang mukmin bagi dirinya, di dunia maupun akhirat.

Kerana itu, Ikhwan sekalian, hendaklah Anda semua berusaha agar hati Anda menyatu dengan Allah swt. Pada malam-malam bulan mulia ini. Sesungguhnya puasa adalah ibadah yang dikhususkan oleh Allah swt. bagi diri-Nya sendiri. “Semua amalan anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. la untuk-Ku dan Aku akan memberikan balasannya.”

Ini, wahai Akhi, mengisyaratkan bahwa setiap amal yang dilaksanakan oleh manusia mengandung manfaat lahiriah yang bisa dilihat, dan di dalamnya terkandung semacam bagian untuk diri kita. Kadang-kadang jiwa seseorang terbiasa dengan shalat, sehingga ia ingin melaksanakan banyak shalat sebagai bagian bagi dirinya. Kadang-kadang ia terbiasa dengan dzikir, sehingga ia ingin banyak berdzikir kepada Allah sebagai bagian bagi dirinya. Kadang-kadang ia terbiasa dengan menangis kerana takut kepada Allah, maka ia ingin banyak rnenangis kerana Allah sebagai bagian bagi dirinya. Adapun puasa, wahai Akhi, di dalamnya tidak terkandung apa pun selain larangan. Ia harus melepaskan diri dari bermacam keinginan terhadap apa yang menjadi bagian dirinya. Bila kita terhalang untuk berjumpa satu sama lain, maka kita akan banyak berbahagia kerana bermunajat kepada Allah swt. Dan berdiri di hadapan-Nya, khusus-nya ketika melaksanakan shalat tarawih.

Ikhwan sekalian, hendaklah senantiasa ingat bahwa Anda semua berpuasa kerana melaksanakan perintah Allah swt. Maka berusahalah sungguh-sungguh untuk beserta dengan Tuhan Anda dengan hati Anda pada bulan mulia ini. Ikhwan sekalian, Ramadhan adalah bulan keutamaan. Ia mempunyai kedudukan yang agung di sisi Allah swt. Hal ini telah dinyatakan dalam kitab-Nya, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeza (antara yang haq dan yang batil).” (Al-Baqarah:185)

Wahai Akhi, pada akhir ayat ini Anda mendapati: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah: 185) Puasa adalah kemanfaatan yang tidak mengandung bahaya. Dengan penyempurnaan puasa ini, Allah swt. akan memberikan hidayah kepada hamba-Nya. Jika Allah memberikan taufiq kepada Anda untuk menyempurnakan ibadah puasa ini dalam rangka menaati Allah, maka ia adalah hidayah dan hadiah yang patut disyukuri dan selayaknya Allah dimahabesarkan atas karunia hidayah tersebut. “Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.” (Al-Baqarah: 185) Kemudian, lihatlah wahai Akhi, dampak dari semua ini. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah; 186)

Wahai Akhi, di sini Anda melihat bahwa Allah Yang Maha Benar meletakkan ayat ini di tempat ini untuk menunjukkan bahwa Dia swt. paling dekat kepada hamba-Nya adalah pada bulan mulia ini. Allah swt. telah mengistimewakan bulan Ramadhan. Mengenai hal ini terdapat beberapa ayat dan hadits. Nabi saw. bersabda, “Jika bulan Ramadhan datang, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu, kemudian datang seorang penyeru dari sisi Allah Yang Mahabenar swt “Wahai pencari kejahatan, berhentilah! Dan wahai pencari kebaikan, kemarilah!’”

Wahai Akhi, pintu-pintu surga dibuka, kerana manusia berbondong-bondong melaksanakan ketaatan, ibadah, dan taubat, sehingga jumlah pelakunya banyak. Setan-setan dibelenggu, kerana manusia akan beralih kepada kebaikan, sehingga setan tidak mampu berbuat apa-apa. Hari-hari dan malam-malam Ramadhan, merupakan masa-masa kemuliaan yang diberikan oleh Al-Haq swt., agar orang-orang yang berbuat baik menambah kebaikannya dan orang-orang yang berbuat jahat mencari karunia Allah swt. sehingga Allah mengampuni mereka dan menjadikan mereka hamba-hamba yang dicintai dan didekatkan kepada Allah.

Keutamaan dan keistimewaan paling besar bulan ini adalah bahwa Allah swt. telah memilihnya menjadi waktu turunnya Al-Qur’an. Inilah keistimewaan yang dimiliki oleh bulan Ramadhan. Kerana itu, Allah swt. mengistimewakan dengan menyebutkannya dalam kitab-Nya.” (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an.” (Al-Baqarah: 185)

Ada ikatan hakikat dan fisik antara turunnya Al-Qur’an dengan bulan Ramadhan. Ikatan ini adalah selain bahwa Allah telah menurunkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan, maka di bulan ini pula Dia mewajibkan puasa. Kerana puasa artinya menahan diri dari hawa nafsu dan syahwat. Ini merupakan kemenangan hakikat spiritual atas hakikat material dalam diri manusia. Ini berarti, wahai Akhi, bahwa jiwa, ruh, dan pemikiran manusia pada bulan Ramadhan akan menghindari tuntutan-tuntutan jasmani. Dalam kondisi seperti ini, ruh manusia berada di puncak kejernihannya, kerana ia tidak disibukkan oleh syahwat dan hawa nafsu. Ketika itu ia dalam keadaan paling siap untuk memahami dan menerima ilmu dari Allah swt. Kerana itu, bagi Allah, membaca Al-Qur’an merupakan Ibadah paling utama pada bulan Ramadhan yang mulia.

Pada kesempatan ini, Ikhwan sekalian, saya akan meringkaskan untuk Anda semua pandangan-pandangan saya tentang kitab Allah swt., dalam kalimat-kalimat ringkas.


Wahai Ikhwan yang mulia, tujuan-tujuan asasi dalam kitab Allah swt. dan prinsip-prinsip utama yang menjadi landasan bagi petunjuk Al-Qur’an ada empat:

1. Perbaikan Aqidah

Anda mendapati bahwa Al-Qur’anul Karim banyak menjelaskan masalah aqidah dan menarik perhatian kepada apa yang seharusnya tertanam sungguh-sungguh di dalam jiwa seorang mukmin, agar ia bisa mengambil manfaatnya di dunia dan di akhirat. Keyakinan bahwa Allah swt. adalah Yang Maha Esa, Yang Mahakuasa, Yang menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan bersih dari seluruh kekurangan. Kemudian keyakinan kepada hari akhir, agar setiap jiwa dihisab tentang apa saja yang telah dlkerjakan dan ditinggal kannya. Wahai Akhi, jika Anda mengumpulkan ayat-ayat mengenai aqidah dalam Al-Qur’an, niscaya Anda mendapati bahwa keseluruhannya mencapai lebih dari sepertiga Al-Qur’an. Allah swt. berfirman dalam surat Al-Baqarah, “Hai manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian; kerana itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui.” (Al-Baqarah: 21-22)

Wahai Akhi, setiap kali membaca surat ini, Anda mendapati kandungannya ini melintang di hadapan Anda. Allah swt. juga berfirman dalam surat Al-Mukminun, “Katakanlah, Kepunyaan siapa-kah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kalian tidak ingat?’ Katakanlah, ‘Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kalian tidak bertaqwa?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu?’ Sebenar-nya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta.” (Al-Mukminun: 84-90)

Allah swt. juga berfirman di surat yang sama, “Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu dan tidak pula mereka saling bertanya. Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikannya) maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangan (kebaikannya), maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam.” (Al-Mukminun: 101-103)

Allah swt. juga berfirman, “Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat. Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya. Dan manusia bertanya, ‘Mengapa bumi (jadi begini)?’ Pada hari itu bumi menceritakan beritanya. Kerana sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Az-Zalzalah: 1-8)

Allah swt. berfirman, “Hari Kiamat. Apakah hari Kiamat itu? Tahukah kalian apakah hari Kiamat itu?” (Al-Qari’ah: 1-3) Dalam surat lain Allah berfirman, “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian. Sampai kalian masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu). Dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui.” (At-Takatsur: 1-4) Wahai Akhi, ayat-ayat mi menjelaskan hari akhirat dengan pen-jelasan gamblang yang bisa melunakkan hati yang keras.

2. Pengaturan Ibadah

Anda juga membaca firman Allah swt. mengenai ibadah. “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”“…diwajib-kan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian.” (Al-Baqarah: 183) “…mengerjakan haji adalah kewa-jiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali-Imran: 97) Maka aku katakan kepada mereka, “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.” (Nuh: 10) Dan banyak lagi ayat-ayat lain mengenai ibadah. (Al-Baqarah: 43)

3. Pengaturan Akhlak

Mengenai pengaturan akhlak, wahai Akhi, Anda biasa membaca firman Allah swt. “Dan demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-nya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.” (Asy-Syams: 7-8) “…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada dalam diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d:11) “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran. (Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian. Dan orang-orang yang sabar kerana mencari ridha Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). (Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shalih dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu. (Sambil mengucapkan), ‘Salamun ‘alaikum bima shabartum (keselamatan atasmu berkat kesabaranmu),’ maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Ar-Ra’d: 19-24) Wahai Akhi, Anda mendapati bahwa akhlak-akhlak mulia bertebaran dalam kitab Allah swt. dan bahwa ancaman bagi akhlak-akhlak tercela sangatlah keras. “Dan orang-orang yang memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam).” (Ar-Ra’d: 25)

Inilah peraturan-peraturan tersebut, Ikhwan sekalian, sebenarnya, peraturan-peraturan itu lebih tinggi daripada yang dikenal oleh manusia, kerana di dalamnya terkandung semua yang dikehendaki manusia untuk mengatur urusan masyarakat. Ketika mengupas sekelompok ayat, maka Anda mendapati makna-makna ini jelas dan gamblang. “Seperempat Juz Khamr” yang diawali dengan “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi” (Al-Baqarah: 219), mengandung lebih dari dua puluh lima hukum praktis: tentang khamr, judi, anak-anak yatim, pernikahan laki-laki dan wanita-wanita musyrik, haid, sumpah, ila’, talak, rujuk, khuluk, nafkah, dan hukum-hukum lainnya yang banyak sekali Anda dapatkan dalam seperempat juz saja. Hal ini kerana surat Al-Baqarah datang untuk mengatur masyarakat Islam di Madinah.

Ikhwan tercinta, hendaklah Anda semua menjalin hubungan dengan kitab Allah. Bermunajatlah kepada Tuhan dengan kitab Allah. Hendaklah masing-masing dari kita memperhatikan prinsip-prinsip dasar yang telah saya sebutkan ini, kerana itu akan memberikan manfaat yang banyak kepada Anda, wahai Akhi. Insya Allah Anda akan mendapatkan manfaat darinya.

Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Sayidina Muhammad dan kepada segenap keluarga dan sahabatnya.

Related Posts with Thumbnails

IKTIBAR DARIPADA KISAH DALAM SURAH YASIN

Surah Yasin merupakan surah yang popular di kalangan masyarakat melayu. Surah ini sering dibaca secara tetap pada setiap malam Jumaat. Surah ini juga dibaca setelah diadakan solat hajat bila musibah menimpa kaum muslimin. Bila ingin memasuki rumah baru pun dibaca surah Yasin. Bila tiba hari-hari kebesaran seperti sambutan tahun baru, sambutan kemerdekaan dan hari pahlawan surah inilah yang menjadi pilihan untuk ditadarus secara beramai-ramai.

Surah Yasin ini amat dekat di hati masyarakat kita berbanding 113 surah yang lain di dalam al-Quran al-Karim sehingga ayat demi ayat dapat diingati tanpa melihat kepada mushaf kerana kebiasaan membacanya. Namun demikian tidak ramai yang menghayati kisah yang terdapat dalam surah tersebut untuk dijadikan iktibar dan pegangan hidup. Penulisan ringkas ini akan mengupas kisah menarik yang terkandung dalam surah tersebut.

Di dalam surah Yasin, Allah merakamkan satu kisah yang menarik untuk dijadikan teladan dan pengajaran kepada pembacanya. Sepertimana firman Allah SWT :


وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلاً أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَآءَهَا الْمُرْسَلُونَ {13} إِذْ أَرْسَلْنَآ إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّآ إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ {14} قَالُوا مَآأَنتُمْ إِلاَّ بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَمَآأَنزَلَ الرَّحْمَنُ مِن شَىْءٍ إِنْ أَنتُمْ إِلاَّ تَكْذِبُونَ {15} قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّآ إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ {16} وَمَاعَلَيْنَآ إِلاَّ الْبَلاَغُ الْمُبِينُ {17}

Bermaksud :

Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka.(Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian kami kuatkan dengan (utusan) ketiga,maka ketiga utusan itu berkata:"Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu".Mereka menjawab:"Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka."Mereka berkata:"Rabb kami lebih mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu.Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas".

Sesungguhnya ahli sejarah dan ahli-ahli tasir berselisih pendapat tentang penduduk negeri yang mendustakan para rasul dalam surah Yasin ini. Antaranya berpendapat ia adalah penduduk Antakiyyah sebagaimana nukilan Ibn Ishaq daripada Ibn Abbas dan Ka’ab al-Ahbar.

Ahli Mufassirin juga berbeza pendapat tentang para utusan yang disebut. Ada yang berpendapat mereka adalah pembantu Nabi Isa as ( hawariyyun). Namun demikian Imam Ibn Kathir menolak kedua-dua pendapat ini.

Kita tidak perlu membuang masa menentukan negeri apa atau siapa utusan yang dihantar. Kerana sekiranya diketahui nama negeri tersebut berfaedah kepada kita nescaya Allah telah menyatakannya secara terang di dalam al-Quran. Sesungguhnya al-Quran diturunkan untuk difahami dan dihayati isi kandungan dan diambil pengajaran daripada kisah di dalamnya tanpa perlu ditekankan di mana dan siapa yang terlibat sebagaimana kaedah usul al-tafsir : Pengajaran di dalam al-Quran dengan lafaz umum bukan dikhususkan dengan sebab tertentu.

Pendustaan penduduk Mekah terhadap dakwah Rasulullah saw sama dengan pendustaan penduduk dalam surah ini terhadap dua orang rasul yang diutuskan. Maka Allah menguatkan dakwah mereka berdua dengan diutus seorang lagi rasul. Namun pendustaan penduduk semakin melampau dari semasa ke semasa. Allah berfirman :

قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِن لَّمْ تَنتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ {18} قَالُوا طَآئِرُكُم مَّعَكُمْ أَئِن ذُكِّرْتُم بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ {19}

Mereka menjawab:"Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan mereajam kamu dan kamu pasti akan mendapatkan siksa yang pedih dari kami".Utusan-utasan itu berkata:"Kemalangan kamu itu adalah kerana kamu sendiri.Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)?.Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas. "

Mereka menuduh para rasul hanya membawa sial dan musibah kepada mereka. Sekiranya sesuatu keburukan menimpa mereka semuanya berpunca daripada para utusan tersebut. Padahal kesyirikan mereka yang membuat mereka berada dalam nasib malang dengan ditimpa kesusahan dan nikmat terhalang.

Penduduk ini juga mengugut akan membunuh mereka dengan direjam dengan batu dan akan mendapat seksaan yang pedih sekiranya mereka meneruskan dakwah tersebut. Dengan demikian dakwah para utusan ke arah mengesakan Allah dan beribadat hanya kepadaNya ditolak sama sekali.

وَجَآءَ مِنْ أَقْصَا الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَاقَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ {20} اتَّبِعُوا مَن لاَّيَسْئَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ {21} وَمَالِيَ لآأَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ {22} ءَأَتَّخِذُ مِن دُونِهِ ءَالِهَةً إِن يُرِدْنِ الرَّحْمَـنُ بِضُرٍّ لاَّتُغْنِ عَنِّي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا وَلاَيُنقِذُونَ {23} إِنِّي إِذًا لَّفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ {24} إِنِّي ءَامَنتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُونِ {25}

”Dan datanglah dari ujung kota seorang laki-laki (Habib An Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata:"Hai kaumku ikutilah utusan-utusan itu.Ikutilah orang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Ilah) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah ilah-ilah selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?. Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Rabbmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku.

Bila penduduk tersebut merancang untuk membunuh para utusan itu, tiba-tiba datang seorang lelaki daripada pinggir bandar memberi nasihat dengan penuh hikmah kepada penduduknya agar beriman dengan risalah yang dibawa oleh para rasul. Namun demikian penduduk tidak menerima nasihatnya malah elaki tersebut dibunuh dengan kejam. Ibn Mas’ud berkata : lelaki itu dipijak-pijak hingga terkeluar usus daripada duburnya. Maka mati syahidlah lelaki tersebut.

Siapakah lelaki tersebut? Kebanyakan ulama’ tafsir berpendapat lelaki tersebut ialah Habib al-Najjar sebagaimana pendapat Ibn Abbas, Qatadah dan al-Sudiy sepertimana dinukilkan dalam tafsir Ibn Kathir.

قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ يَالَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ {26} بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ {27} * وَمَآأَنزَلْنَا عَلَى قَوْمِهِ مِن بَعْدِهِ مِن جُندٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَمَا كُنَّا مُنزِلِينَ {28} إِن كَانَتْ إِلاَّ صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ خَامِدُونَ {29}

Dikatakan (kepadanya):"Masuklah ke surga".Ia berkata:"Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Rabbku memberikan ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan".Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukanpun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya.Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati.


Antara keistimewaan kisah dalam al-Quran ialah bukan sahaja menceritakan kisah yang telah berlaku malah dirakam juga perkara ghaib yang mustahil diketahuinya melainkan dengan wahyu Allah SWT. Dalam kisah ini Allah memaklumkan bahawa lelaki yang dibunuh secara kejam hanya semata-mata kerana menyuruh kepada tauhid mendapat kemuliaan di sisi Tuhannya di atas keimanan dan keikhlasannya. Sebagai ganjarannya dia dimasukkan ke syurga. Apabila dia melihat kemuliaan, keampunan dan ganjaran di sisi Allah dia berangan-angan alangkah baiknya sekira kaumnya mengetahui apa yang dia perolehi pada waktu itu nescaya mereka tidak akan menolak risalah para utusan.

Sebagai balasan terhadap pendustaan risalah para rasulNya dan kezaliman yang dilakukan terhadap walinya Allah membinasakan kaum tersebut dengan satu teriakan yang dahsyat menyebabkan mereka semua mati bergelimpangan.

Kisah ini mengandungi banyak iktibar yang boleh dijadikan pedoman hidup kita, antaranya ialah ;

1. Dakwah menegakkan kebenaran perlu diteruskan walaupun mendapat tentangan hebat daripada orang ramai.

2. Dakwah perlu dilaksanakan dengan hikmah dan dengan pengajaran yang baik.

3. Kita hendaklah istiqamah dan berpegang teguh dengan tauhid dan mempertahankannya walaupun menghadapi kesulitan dan kesusahan.

4. Individu dan tempat yang terdapat dalam kisah al-Quran bukan keutamaan untuk diketahui tetapi pengajaran dan iktibar yang perlu diambil perhatian untuk dijadikan pedoman hidup.

5. Sesiapa sahaja yang melakukan pengorbanan untuk mempertahankan agama akan mendapat keampunan dan kemuliaan di sisi Allah SWT.

6. Setiap penderhakaan terhadap Allah pasti akan mendapat balasan sama ada di dunia atau di akhirat.

7. Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa ke atas segala sesuatu. Allah berkemampuan untuk menghancurkan kaum yang engkar dengan pelbagai cara. Antaranya dengan tempikan yang kuat.

RUJUKAN :

- Mukhtasar Ibn Kathir
- Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, Abd al-Rahman bin Nasir al-Sa’diy
- Safwat al-Tafasir, Muhammad Aliy al-sabuniy
- Qasas al-Quran, Dr. Muhammad Bakr Ismail
Related Posts with Thumbnails

Golongan yang membisu terhadap kemungkaran

Firman Allah SWT menerusi ayat 54 Surah al-Baqarah yang bermaksud : "Bunuhlah diri kamu di sisi Allah yang menjadikan kamu, supaya Allah menerima taubat kamu itu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun (Penerima taubat), lagi Maha Mengasihani."

Ia berlaku dalam satu peperangan yang dijadikan Allah SWT dan mengikut riwayatnya, mereka tidak sanggup melihat muka masing-masing. Akhirnya Allah SWT jadikan

gelap, dengan it mereka mengamuk antara satu sama lain tanpa ada sebarang perasaan belas kasihat lagi.

Riwayat pula menyebut, yang tidak menyembah patung anak lembu memegang senjata lalu membunuh mereka yang menyembah patung tersebut.

Riwayat yang terdahulu daripada itu menyebut, bahawa orang yang meyembah dan tidak menyembah patng tersebut kedua-dua belah pihak terkena hukuman belaka.

Sebab apa mereka semua dikenakan hukuman? Sebab yang jelas ialah kerana mereka tidak menyebah patung dan keana mereka berdiam diri dengan terlibat menyekutukan Allah dengan menyembah patung tersebut.

Firman-Nya lagi dalam ayat 79 surah al-Maidah yang bermaksud : "Mereka sentiada tidak berlarang-larang (sesama sendiri) dari perbuatan mungkar (derhaka dan ceroboh), yang mereke lakukan. Demi seseungguhnya amatlah buruknya apa yang mereka lakukan."

Mereka mendiamkan diri terhadap kemungkaran tersebut. Mereka tidak setuju tetapi hanya sekadar benci di dalam hati sahaja. Oleh kerana itulah kepada umat Nabi Muhammad ini, baginda s.a.w berpesan dengan maksudnya: " Sesungguhnya di kalangan kamu yang melihat perkara mungkar, hendaklah dia mengubah dengan
tangannya, kalau tidak berkuasa mengubah dengan tangan ,maka dengan lidah, kalau tidak berkuasa dengan lidah, maka benci di dalam hati, itulah tanda selemah-lemah iman." Mengikut satu riwayat laind an tidak ada selepas daripada itu iman walaupun sebijik sawi.

Ertinya kalau benci di dalam hati tidak ada, maka bererti bersetujulah dengan kemungkaran yang berlaku. Berhubung dengan ini, ada ulama mentafsirkan mengubah dengan tangan ini ialah mengubah dengan kuasa kerajaan terhadap rakyatnya.

Apabila kerajaan itu melihat kemungkaran berlaku dan mestilah mengubah kemungkaran itu dengan kuasa yang ada padanya kecuali kalau kerajaan itu sendiri yang melakukan kemungkaran (atau menyuburkan pelbagai kemungkaran).

Kalau tidak berupaya dengan tangan, maka hendaklah mencegah kemungkaran ditu dengan lidah. Mencegak kemungkaran dengan lidah ini menjadi tanggungjawab dan

kewajipan para ulama yang tahu hukum Allah. Mereka tidak boleh mendiamkan diri atau sekadar benci dalam hati sahaja.

Yang mencegak kemungkaran di dalam hati ialah orang yang tidak tahu bagaimana cara berhujah dengan orang yang terlibat dengan kemungkaran. Kalau mengerti berhujah, maka menjadi tanggungjawab kepada orang yang berkenaan untuk berhujah.

Berilmu di sini bukan bererti menimba ilmu sebanyak-banyaknya sampi bertaraf ulama atau sampai ke peringkat dapat mentafsirkan al-Quran, tahu menguasai baha al-Quran sehingga dapat membezakan hukum-hukum dalam al-Quran dengan jelas, baru kboleh kita berhujah dengan manusia.

Sekurang-kurangnya kita boleh memberi nasihat mengikut kadar ilmu masing-masing termasuk mengubah dengan lidan dan tulisan. Kalau tidak mampu dengan itu semua, maka barulah benci di dalam hati.

Umpamanya, dia tidak ada daya dan kemampuan, maka ketika itu dia hendaklah benci di dalam hati dan melahirkan perasaan kebenciannya terhadap kemungkaran yang berlaku.

Cara kita tidak setuju kemungkaran bermacam-macam, seperti kita melakukan pemulauan, tidak menegur mereka yang terlibat atau seumpamanya yang menunjukkan kita tidak setuju dengan kemungkaran yang dilakukan. Inilah cara yang diajar oleh Islam dan diajar oleh Nabi Muhammad s.a.w.

Yang terpilih masih buruk akhlaknya

Tidak ada sebarang penentangan daripada Bani Israil apabila melihat ada di kalangan kelompok mereka menyembah lembu yang dibuat oleh Musa as-Tsamiri.

Mereka berdiam diri terhadap kemungkaran yang dilakukan itu kerana mereka menjadikan keluarga sebagai asas kepada tidak perlunya sebarang pencegahan atau larangan terhadap perbuatan tersebut.

"Bagaimana mahu menetang mereka kerana mereka adalah puak kita, kalau Firan melakukannya barulah kita tentang. Ini bukan Firuan tetapi Bani Israil, orang kita," mungkin inilah antara hujah mereka dalam masalah ini.

Kalau kita kaitkan dengan orang Melayu pula, kita mungkin akan berkata: "Tidak boleh marah kepada orang Melayu sebab mereka sebangsa dengan kita, lainlah kalau mereka bangsa lain." Inilah umpanaya perangai Bani Israil, mereka mendiamkan diri apabila mereka melihat kemungkaran itu berlaku dalam kelompok mereka.

Dengan sebab itu, Allah SWT mendera atau meghukum mereka dengan hukuman yang layak dengan perbuatan mereka iaitu dengan cara mereka membunuh anatar satu sama lain sehingga Nabi Musa a.s berdoa kepada Allah (bermunajat kepada Allah) apabila mayat bergelimpangan, mengikut riwayatnya sampai 70,000 orang mati di dalam peristiwa pembunuhan beramai-ramai itu.

Nabi Musa bermunajat kepada Allah supaya mengampunkan dosa mereka sambil berasa sedih melihat keadaan mayat-mayat tersebut.

Allah SWT mengampunkan dosa mereka dan yang mati disifatkan sebagai mati syahid lalu mereka masuk syurga. Manakala yang masih hidup diampunkan dosa-dosa mereka. Firman Allah SWT menerusi Ayat 54 Surah al-Baqarah yang bermaksud : "Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun (Penerima Taubat), lagi Maha Mengasihani."

Allah menceritakan tentang kedegilan nenek moyang Bani Israil supaya kaum itu mengingati kedegilan mereka. Firman Allah SWT yang bermaksud : "Dan ketika kamu

berkata kepada Nabi Musa a.a : Di mana mereka berkata, inilah kaum Nabi Musa iaitu 70 orang yang telah dipilih olehnya supaya mengikutinya pada masa bermunajat kepada Allah SWT. Mereka inilah yang terpilih di kalangan Bani Israil tetapi sayangnya yang terpilih inipun perangainya masih buruk.

-daripada buku 'Umat yang dimurkai' Kuliyyah tafsir Tuan Guru Haji Abdul Hadi Awang

Related Posts with Thumbnails

Rahsia dan Nikmat disebalik erti "SABAR"

MAKSUD "sabar" dalam konteks amalan batin ialah menahan hawa nafsu daripada dipengaruhi oleh sebarang gelora atau kegemparan hati atau tekanan jiwa atau perasaan atau rangsangan yang menimbulkan rasa marah atau berontak, resah- gelisah, tidak rela, sugul, kecewa atau putus asa, akibat daripada pengalaman menghadapi kesusahan, ketidak-selesaan atau sesuatu keadaan yang tidak disukai atau tidak diingini.


Kesabaran itu harus meliputi empat tindakan, iaitu:

* tabah dan tekun dalam mengerjakan taat atau ibadat kepada Allah;

* menahan diri daripada melakukan maksiat atau kemungkaran;

* memelihara diri daripada dipukau oleh godaan dunia, nafsu dan syaitan;

* tenang/teguh hati menghadapi cubaan atau musibah.


Sabar yang demikian itu adalah suatu tuntutan dalam agama dan merupakan satu ibadah, malah segala ibadat itu didirikan di atas sabar, kerana dalam mengerjakan ibadat itu kita terpaksa menanggung kepayahan dan pengorbanan.

Malah, dalam segala lapangan, kita perlu bersabar dan menangani segala kesukaran dan rintangan yang dihadapi. Orang yang gagal bersabar tidak akan tercapai matlamat dan manfaat ibadatnya. Antara tujuan kita disuruh mempertahankan kesabaran itu ialah:

Pertama, supaya dapat mengerjakan ibadat dengan tenteram dan dapat mencapai kesempurnaan dan seterusnya mencapai matlamatnya. Jika tidak bersabar, tekanan dan ekoran daripada pelbagai kesukaran atau daripada padah pelbagai musibah menjadikan kita keluh-kesah, lalu kehilangan punca kekusutan dan pertimbangan. Keadaan ini tentulah akan mengganggu konsentrasi dan penghayatan dalam kerja ibadat, khususnya. Kadang-kadang sampai tidak dapat meneruskannya.

Kedua, untuk mencapai kejayaan (kebajikan dunia dan akhirat).

Antara firman Allah Taala tentang hal ini ialah: "Dan Kami jadikan antara mereka itu pemimpin yang memberi pertunjuk dengan perintah kami ketika mereka bersabar". (QS. 32:24); "Mereka itulah orang-orang yang dibalas (dikurniakan) bilik (martabat yang tinggi di syurga) kerana mereka bersabar (menjunjung taat kepada Allah), dan mereka dialu-alukan di dalamnya (syurga) dengan penghormatan dan ucapan salam kesejahteraan (oleh para malaikat)". (QS. 25:75); "Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu dicukupkan ganjaran pahala mereka tanpa batas". (QS. 39:10);

Allah Taala menganjurkan kita supaya bersabar. Firman-Nya (mafhumnya): "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu (melakukan taat dan menghadapi musibah), teguhkanlah kesabaran kamu, tetapkanlah kewaspadaan serta siap siaga dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung (merebut syurga dan bebas dari neraka). (QS. 3:200).

Apabila seseorang itu berjaya mempertahankan kesabarannya dalam keempat-empat keadaan tersebut di atas, maka tercapailah darjat istiqamah dan taat dengan mendapat ganjaran pahalanya yang besar. Orang itu tidak akan terjatuh ke jurang maksiat.

Saiyidina Ali Abu Talib k.a.w pernah bermadah, maksudnya: Jika engkau bersabar, takdir itu berlaku juga ke atas diri mu, tetapi engkau dikurniakan ganjaran pahala. Jika engkau tidak sabar pun, takdir tetap berlaku juga ke atas dirimu dan engkau berdosa.

DALAM konteks menghadapi ujian (qadhak) atau musibah atau mala petaka, seseorang hamba Allah itu, insya Allah, akan berjaya mengekalkan kesabarannya , jikalau dia sentiasa mengingati atau mengekalkan kesedaran tentang hakikat atau hikmat musibah itu, atau jika hamba Allah itu sentiasa menaruh sangkaan baik terhadap Allah Taala. Malah, dengan yang demikian, kesabaran dan keimanannya akan bertambah teguh.

Sebagai perbandingan tentang hakikat musibah itu, kita katakan ada seorang bapa yang melarang keras anaknya memakan sejenis makanan yang amat digemari oleh anaknya itu. Sebaliknya sang bapa itu memaksa anaknya memakan makanan biasa daripada bahan yang murah, walaupun dia cukup mampu membeli makanan istimewa yang menjadi kegemaran anaknya itu. Apakah penerimaan atau reaksi sang anak terhadap tindakan bapanya itu?

Dan apakah kata kita terhadap sang bapa itu? Mungkin ramai antara kita akan mengatakan sang bapa itu kedekut, bakhil,tidak bertimbang rasa dan sebagainya. Akan tetapi kita tidak harus menuduh sebarangan kepada sang bapa itu sebelum kita tahu apa tujuan dia bertindak demikian. Kita harus mencari sebab-musababnya.

Inilah tindakan wajar orang yang bersabar. Demikianlah antara cara kita berhadapan dengan keadaan yang tidak menyenangkan kita atau apabila menerima cubaan atau musibah yang ditakdirkan oleh Allah Taala ke atas diri kita. Kita tidak harus terus melenting marah atau kesal mengikut arus perasaan atau rangsangan nafsu dan syaitan, kerana kita tidak tahu rahsia hakikat dan hikmat di sebalik takdir itu.

Bandingannya, katakan kita tahu, tujuan sang bapa tersebut bertindak demikian adalah kerana anaknya itu sedang mengidap suatu penyakit yang mengikut doktor, sang anak itu akan menghadapi bahaya apabila memakan makanan kegemarannya itu.

Sekarang apa kata kita? Tidakkah tuduhan-tuduhan terhadap sang bapa tadi tergugur dengan sendirinya? Dan, sang anak itu pula, apa bila mengetahui tujuan bapanya itu, apakah wajar memarahi bapanya atau berkecil hati atau menyesali tindakan bapanya itu? Sekarang tentulah kita akan mengatakan, sang bapa itu adalah seorang bapa yang bertanggungjawab dan anaknya pula tidak sepatutnya menyesali tindakan bapanya yang demikian. Katakan lagi, sang bapa membawa anaknya itu ke hospital, lalu ditahan di wad hospital itu. Maka itu terpenjaralah sang anak di hospital, terpaksa berpisah dengan keluarga dan kawan-kawanya. Selain itu dia terpaksa minum dan menelan ubat-ubat yang pahit dan disuntik. Rawatan seterunya ialah pembedahan.

Pada zahirnya, sang anak itu menderita terseksa, tetapi apabila diyakini, bahawa 'seksaan' itu adalah untuk menyelamatkannya daripada ancaman dan seksaan sebenar yang berpanjangan daripada penyakit yang dihidapinya itu, maka 'seksaan' sementara itu seharusnya diterima dengan hati terbuka, penuh rela, tenang, dan sabar.

Demikianlah semestinya penerimaan kita terhadap musibah atau ujian daripada Allah Taala. Sebenarnya penyakit itu sendiri merupakan suatu cubaan atau musibah. Melalui penyakit, kita diuji oleh Allah Taala sejauh mana kesabaran dan keimanan kita, sejauh mana dan bagaimana usaha atau ikhtiar kita merawatinya, sama ada dengan cara yang bersendikan tawakal dan tafwid atau melibatkan perbuatan syirik, yakni bergantung kepada yang lain daripada Allah dan melakukan perkara-perkara mungkar yang lain.

Dan, kalau ditakdirkan usaha rawatan itu gagal dan penyakit itu bertambah tenat, maka itu adalah ujian yang lebih besar, khususnya kepada pengidap penyakit itu. Kalau penyakit itu akhirnya membawa maut, maka ujian itu melibatkan keluarga pula. Hikmat dan hakikat di sebalik apa yang ditakdirkan Allah itu, sama ada yang baik ataupun yang buruk, kita tidak tahu.

Sebab itu kita perlu bersabar menerima dan menanggungnya. Kita sebagai hamba Allah hendaklah menghadapinya dengan hati yang tenang, penuh kerelaan, penuh kesabaran; di samping berikhtiar mengatasinya dengan seberapa daya mengikut kemampuan kita sebagai manusia, hamba Allah.

Untuk mewujudkan kesabaran, kita hendaklah sentiasa menyedari, bahawa kadar dan waktu berlakunya kesusahan atau musibah itu adalah di bawah takdir Allah Taala yang maha berkuasa. Ketetapan kadar itu tidak bertambah atau berkurang dan waktunya tidak terdahulu atau terkemudian. Dan, untuk memelihara atau mengekalkan kesabaran itu pula, kita hendaklah sentiasa mengingati bahawa kesabaran itu bakal dibalas dengan ganjaran kebajikan dan pahala yang disimpan khas oleh Allah Taala.

Demikianlah, kesabaran itu merupakan ubat yang paling pahit tetapi paling mujarab. Yakinlah, keberkatan daripada kesabaran itu membawa manfaat kepada kita sekali gus menolak mudarat daripada kita. Sebagai ubat, pahitnya hanya sesaat, tetapi manisnya berpanjangan. Wallahu a'lam.
Related Posts with Thumbnails

Amaran Rasulullah Kepada F.R.U

AMARAN RASULULLAH KEPADA F.R.U

KHAMIS, 06 OGOS 2009 | 15 SYAABAN 1430H

Tragedi 1 Ogos merupakan pengulangan beberapa tragedi menyayat hati yang dapat dilihat di negara kita. Peristiwa tindakan ganas pihak polis, khususnya FRU bertindak ke atas himpunan aman rakyat, merupakan malapetaka kepimpinan BN yang masih tidak belajar dari kesilapan lampau. Tindakan rakus menyembur gas pemedih mata, semburan air kimia ke atas himpunan aman tersebut ternyata mengundang kemarahan masyarakat di negara ini dan badan-badan hak asasi antarabangsa.


Himpunan yang berjalan secara aman dengan kawalan Unit Amal bagi memastikan tidak berlaku tindakan diluar batas yang dibenarkan oleh pihak penganjur. Himpunan hari itu tentulah akan berjalan dengan santai dan berakhir dengan baik seandainya mereka tidak disembur gas pemedih mata serta tindakan ganas pihak FRU. Sayang, himpunan aman ini akhirnya bertukar kelam kabut, bilamana sebilangan rakyat yang berhimpun dikejar, ditangkap, digari dan dijemur dalam trak berjam-jam lamanya.

Tembakan gas pemedih mata dan semburan air kimia menyaksikan kanak-kanak, remaja dari pelbagai kaum terpaksa berlindung di mana sahaja. Mungkin bagi pihak FRU dan polis, tindakan ini adalah lambang keegoan dan kemegahan. Megah kerana berjaya menghalang himpunan, berjaya memecahkan himpunan rakyat. Namun apakah ianya berakhir di situ sahaja?


Persoalannya, salahkah rakyat berhimpun bagi menyatakan bantahan terhadap akta yang zalim ini, setelah pelbagai cara dilakukan bagi menentangnya. Rakyat telah gunakan seluruh saluran lain. Bantahan dalam Dewan Negara dan Dewan Rakyat, surat, kenyataan, seminar, resolosi bengkel bahkan tandatangan rakyat telah dibuat. Apa lagi bagi rakyat untuk menentang akta yang zalim ini. Kezaliman tiada kompromi dalam Islam, Nabi tidak mengaku umat mereka yang menyokong kezaliman, sehingga Baginda memberi amaran:

“Sesiapa yang berjalan bersama orang yang zalim bagi membantunya, sedang ia mengetahui kezaliman orang tersebut, maka telah terkeluar ia dari Islam” - Hadis Riwayat Imam Ahmad dan Baihaqi.

Kerana itu Imam Nawawi dalam syarahnya dalam juzuk 17, hal 190 sewaktu menghuraikan hadis :

Ada dua golongan dari ahli neraka, yang belum aku saksikan iaitu suatu kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi untuk memukul manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka bertelanjang, yang menanggalkan tutup kepala, yang menarik kepada maksiat. Kepala (rambut) mereka diikat seperti bonggol unta. Mereka ini tidak akan memasuki syurga dan tidak akan mencium baunya, sedangkan bauannya dapat dihidu dari jarak sekian-sekian”. -(Hadis Muslim)


Imam Nawawi menyatakan yang dimaksudkan dengan golongan yang keluar rumah ditangannya ada cemeti, mengejar dan memukul manusia ialah polis ( FRU). Wallahu a'lam. Apakah itu sebenarnya dimaksudkan, namun mari kita meneliti sifat yang dinyatakan oleh Rasulullah dengan tidak menuduh sesiapa, kalau bukan FRU siapa lagi.


Lihat pula sebuah hadis yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah sabda Baginda:

“Hampir sahaja sekiranya kamu panjang umur, maka kamu akan melihat sekelompok orang yang pada tangan mereka ada cemeti (cota) yang diikat seumpama ekor sapi mereka berangkat keluar dari rumah dengan kemarahan Allah dan mereka kembali ke rumah mereka dalam kemurkaan Allah”.


Apakah hati kamu puas bilamana kamu berjaya memukul orang-orang tua, membelasah kanak-kanak, menangkap muslimat dan menyemburkan gas kepada para ulamak. Demi Allah kalaupun kezaliman ini tidak dibalas oleh Allah di dunia, kita pasti bertemu di akhirat.

Apa yang berlaku di hadapan mata kita menyaksikan bagaimana rakyat yang tidak berdosa diterajang, dipukul dengan cota, digari, diheret setelah mereka ditembak dengan gas pemedih mata hanya kerana berhimpun untuk membantah akta yang zalim ini. Tindakan ini tentunya akan mengundang kemarahan rakyat, namun sekalung tahniah diucapkan kerana rakyat kerana tidak membalas bantahan dengan kekerasan, tiada satu pun tingkap kedai pecah, tiada sebuah kereta pun yang diserang, tiada sebarang kerosakan harta awam. Inilah akhlak yang dipamir oleh rakyat.


Lalu demi membenarkan tindakan kejam meraka dicari pelbagai alasan luar, kononnya demonstrasi tersebut menyebabkan berlakunya kesesakan jalan yang teruk. Sebenarnya puluhan himpunan yang dianjurkan melibatkan berlaku kesesakan jalan raya. Kalau kerajaan boleh mengisytiharkan penutupan jalan semata-mata bagi memberi laluan kepada pelumba basikal, pelumba jalan kaki, pesta perayaan pelbagai agama, perarakan pesta hiburan, bahkan beberapa orang artis pernah membuat konsert di tengah Chow Kit Road, apa payah pula untuk memberi laluan sekadar dua jam kepada rakyat untuk berhimpun menyerahkan memorandum rakyat kepada Istana, kamudian mereka bersurai dengan aman. Menyaksikan tindakan ganas yang ditunjukkan ini, maka benarlah kata-kata A. Samad Said:

“Kalau kerajaan tidak melayan tuntutan rakyat di jalan raya, kita mesti terjemahkannya dalam pilihanraya”.

Related Posts with Thumbnails

Wabak Dan Penyakit Berjangkit Menurut Pandangan Islam

Mukaddimmah

Seperti yang diketahui penyakit selsema babi atau virus H1N1 telah menjadi wabak yang merbahaya. Negera kita telah menjangkau 58 orang yang disahkan dan Mesir 40 orang. Malahan dalam berita ikhwanonline menyatakan kemungkinan virus selesema babi ini akan bergabung dengan virus selsema burung. Ia akan menjadi lebih merbahaya. Mudah2an Allah menjauhkan kita dari perkara tersebut.

Disini ada 9 perkara berkenaan dengan pandangan Islam terhadap penyakit berjangkit dan wabak ini seperti berikut:

1. Berlakunya jangkitan (infection) penyakit adalah diakui oleh Nabi saw. Nabi saw bersabda:

فر من المجزوم كما تفر من الأسد

“Larilah dari orang yang berpenyakit kusta seperti kamu lari dari singa.” (Hr Bukhari)

Ini adalah suruhan Nabi saw kepada umatnya berhati-hati ketika bermuamalat dengan pesakit yang membawa penyakit yang boleh berjangkit.

2. Penularan dan merebaknya penyakit memerlukan kepada syarat-syarat yang ketat. Oleh itu Nabi saw menafikan penularan ini:

لاَ عَدْوَى

“Tidak ada jangkitan penyakit tanpa sebab.” (Hr Bukhari)

Setiap penyakit yang berjangkit ada cara-cara tertentu, ada yang berjangkit melalui makan dan minum, ada yang melalui darah dengan suntikan, ada yang melalui hubungan jenis dan sebagainya. Hadis menafikan jangkitan penyakit tanpa sebab dan dengan cara jangkitan yang sebenarnya.

3. Dalam keadaan yang diperlukan orang yang sihat boleh bersama pesakit dengan berserah pada Allah swt. Jabir bin Abdullah ra telah meriwayat:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أخذ بيد مجذوم فأدخلها معه في القصعة ثم قال : كل بسم الله ثقة بالله وتوكلا عليه

" Sesungguhnya Rasulullah saw mengambil tangan pesakit kusta (leprosy), lalu mengajaknya makan bersama dalam satu bekas. Nabi saw bersabda “Makanlah dengan nama Allah, berpegang teguh kepada Allah dan berserah padaNya.” (Hr Tirmizi)

Oleh itu sesiapa yg bertanggung jawab utk brsama pesakit yg berjangkit ini seperti pegawai dan petugas perubatan hendaklah yakin dgn Allah dan meminta perlindungan kepadaNya.

4. Pengasingan pesakit berjangkit dari orang-orang yg sihat (isolation).

Nabi saw bersabda:

لا يوردن ممرض على مصح

"Pesakit yang berjangkit tidak boleh mendatangi orang yang sihat.” (Hr Bukhari)

Nabi saw bersabda:

كلم المجزوم وبينك وبينه قيد رمح أو رمحين

“Bergaullah bersama pesakit kusta dengan jarak selembing atau dua lembing.” (Hr Abu Nu’aim)

Hadis2 ini menunjukkan bahawa perlunya pengasingan diantara orang yang sihat dengan pesakit yg berjangkit ini. Ini untuk mengelakkan jangkitan penyakit dan penularannya ke dalam masyarakat.

Mazhab Maliki, Syafie dan Hambali menegah pesakit kusta dari bersama orang yang sihat.

5. Kuarantin (quarantine) dalam Islam.

Kuarantin adalah menghadkan pergerakan orang-orang yang sihat yang pernah bersama dengan pesakit yang berjangkit pada satu tempat dalam masa penyakit itu boleh berjangkit. Tujuan utamanya adalah supaya dapat mengelakkan dari penyakit berjangkit itu menular ke dalam masyarakat yg sihat. Walaupun mereka ini dilihat sihat tetapi ada kemungkinan penyakit sudah berjangkit kepada mereka dan gejala penyakit itu belum timbul kerana masa lagi diperingkat permulaan.

Nabi saw bersabda:

الطاعون أية الرجز ابتلى الله عز وجل به أناسا من عباده فإذا سمعتم به فلا تدخلوا عليه وإذا وقع بأرض وأنتم بها فلا تفروا منه

“Taun (plague) adalah tanda kemurkaan Allah yang mana Allah menguji hamba-hambanya. Apabila kamu mengetahui adanya penyakit itu di sebuah tempat janganlah kamu masuk ke tempat itu. Apabila kamu berada di tempat yang ada penyakit taun (atau penyakit berjangkit lain) janganlah kamu lari keluar darinya.” (Hr muslim)

6. Syahid kepada orang yang mati kerana penyakit wabak (epidemics).

Aisyah ra bertanya berkata:

سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الطاعون فأخبرني أنه عذاب يبعثه الله على من يشاء وأن الله جعله رحمة للمؤمنين ليس من أحد يقع الطاعون فيمكث في بلده صابرا محتسبا يعلم أنه لا يصيبه إلا ما كتب الله له إلا كان له مثل أجر الشهيد

“Aku bertanya Rasulullah saw tentang wabak taun. Baginda menjawab itu adalah azab yang Allah turunkan kepada sesiapa yang Allah kehendaki. Allah akan jadikan penyakit itu sebagai rahmat kepada orang-orang beriman. Tidak ada sesiapa yang terkena taun dan duduk tetap di negerinya dalam keadaan sabar, mengharapkan ganjaran Allah dan yakin ia adalah hanya ketetapan ilahi melainkan Allah akan memberinya pahala syahid.” (Hr Bukhari)

7. Islam menggalakkan umatnya berusha mengelakkan dari penyakit. Antara ushanya adalah tidak masuk ke tempat yang ada penyakit berjangkit atau wabak. Ini jelas apa yang berlaku kepada saidina Umar ketika mana beliau hendak masuk ke dalam Syam. Apabila beliau mengetahui di syam berlakunya wabak taun, dia berpatah balik dan tidak jadi masuk ke syam. Lalu Abu Ubaidah al-Jarrah berkata:

أفرارا من قدر الله؟

“Adakah engkau cuba lari dari ketentuan Allah?”

Umar menjawab:

لو غيرك قالها يا أبا عبيدة نعم نفر من قدر الله إلى قدر الله

“Alangkah baik sekiranya kata-kata ini diucapkan oleh orang lain. Ya, kami lari dari ketentuan Allah kepada ketentuan Allah.” (Hr Bukari)

8. Doa Qunut Nazilah kerana wabak.

Mazahab Syafie dan Hanafi berpendapat sunat qunut nazilah dalam solat untuk menghindarkan taun dan penyakit wabak yang lain. Mazhab Maliki mengatakan sunat solat bukannya doa qunut. Mazhab Hambali menyatakan bahwa tidak disyariatkan qunut untuk menghindarkan wabak kerana berlaku wabak taun pada zaman saidina Umar dan beliau tidak qunut dan tidak menyuruh orang lain qunut.

9. Senghaja memindahkan penyakit berjangkit kepada orang lain.

Menyebabkan kemudaratan kepada orang lain adalah perkara yang dilarang. Nabi saw bersabda:

لا ضَرَرَ وَلا ضِرَارَ

“Janganlah menyebabkan kemudaratan kepada diri sendiri dan orang lain.” (Hr Ibnu Majah)

Persidangan Islam yang diadakan di Dubai pada tahun 1415 hijrah telah menyatakan bahwa senghaja memindahkan penyakit yang berjangkit seperti AIDS kepada orang lain adalah dosa besar dan berhak untuk mendapat hukuman yang berat. Perbuatan ini dianggap pembunuhan dengan senghaja yang mewajibkan qisas jika membawa kematian mangsa.

Rujukan: Mausuah Feqhiah Tibbiah oleh Dr Ahmad Kan’an, Fathul Bari oleh Imam Ibnu Hajar dan Jawahir Lukluiyyah oleh ad-Dimyati.
Related Posts with Thumbnails

Kelebihan sya'ban

Kelebihan sya'ban

Daripada Usama bin Zaid ra, beliau berkata:

ولم يكن يصوم من الشهور ما يصوم من شعبان قلت ولم أرك تصوم من الشهور ما تصوم من شعبان؟
ذاك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين عز وجل فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم

"Rasulullah saw tidak pernah berpuasa sebanyak yang baginda puasa dibulan sya'ban." Aku bertanya kepada baginda " Kenapa aku tidak pernah melihat engkau berpuasa dibulan-bulan yang lain sepertimana engkau berpuasa dibulan sya'ban." Baginda saw menjawab: Itulah bulan yang ramai manusia lalai iaitu diantara bulan rejab dan bulan ramadan. Ia juga bulan yang diangkatkan amalan kepada Allah swt. Aku suka diangkat amalanku dalam keadaan aku berpuasa." (Hadis Ahmad dan Nasaie - sanad yang hasan)

Disini Nabi menyebut dua kelebihan bulan rejab:-

1. Bulan yang disunatkan beramal terutamanya puasa kerana bulan yang mana manusia biasa lalai dalam bulan ini.

2. Bulan yang diangkat amalan kepada Allah swt.

Adakah Nabi saw berpuasa penuh pada bulan sya'ban?

Ada hadis yang menunjukkan Nabi saw berpuasa penuh dalam bulan sya'ban sperti hadis:

كان يصوم شعبان كله

"Nabi saw berpuasa penuh didalam bulan sya'ban." (Hr Bukhari - sahih)

Ada hadis yang menunjukkan Nabi saw berpuasa sebahagian besar pada bulan sya'ban dan tidak penuh seperti hadis:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم شعبان إلا قليلا

" Rasulullah saw telah berpuasa sebahgian besar dari bulan sya'ban." (Hr Nasaie)

Sekelompok ulama telah mentarjih pendapat yang mengatakan Nabi saw tidak berpuasa penuh dalam bulan sya'ban. Ini dikuatkan dengan hadis yang diriwayatkan dari 'Aisyah ra:

ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط إلا رمضان

"Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa selama sebulan penuh melainkan pada bulan ramadan." (Hr Bukhari dan Muslim - sanad sahih)

oleh itu Ibnu Abbas menganggap makruh orang yang berpuasa penuh selama sebulan melainkan ramadan.

Hukum berpuasa selepas 15 sya'ban

Haram berpuasa sunat selepas 15 sya'ban. Ini jelas dari hadis dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw:

إذا انتصف شعبان فلا تصوموا

"Apabila telah berlalu 15 sya'ban tidak boleh puasa." (Hr Tirmizi, Abu Daud dan Ibnu Majah - sahih)

Dibenarkan puasa selepas 15 sya'ban sekiranya adatnya pada hari tertentu dia berpuasa sebelum 16 sya'ban atau menyambung dari puasa yang seseorang puasa sebelum 16 sya'ban. Ini berdasarkan hadis berikut:

لا تقدموا رمضان بصوم يوم أو يومين إلا إذا كان يصوم صوما فليصمه

"Janganlah kamu mendahului berpuasa sebelum ramadan sehari atau dua hari melainkan sekiranya puasa yang biasa dilakukan maka dia boleh teruskan puasa." (Hr Bukhari dan Muslim)

Dibenarkan puasa selepas 15 sya'ban sekiranya puasa wajib seperti puasa ganti dan puasa nazar.

Kelebihan hari dan malam nisfu (15) sya'ban

Nabi saw bersabda:

إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن

"Sesungguhnya Allah taala akan meninjau pada malam nisfu sya'ban, lalu mengampunkan dosa-dosa semua makhluknya melainkan orang yang musyrik atau orang yang berbalah." (Hr Ibnu Majah - hasan)

Ulama Syam telah berselisih pendapat terhadap cara menghidupkan malam nisfu sya'ban kepada dua pendapat:

1. Sunat menghidupkan malamnya dengan cara berhimpun beramai-ramai di masjid. Pendapat ini disokong oleh Ishak bin Rahawiyah.

2. Sunat menghidupkan malamnya dengan ibadah bersendirian. Ini pendapat imam Auzaie seorang tokoh besar ulama syam. Ini juga pendapat yg lebih tepat menurut Ibnu Rajab al-Hambali.

Imam Ibnu Taymiah juga berkata:

"Apabila seseorang solat seorang diri dimalam nisfu sya'ban atau berjemaah seperti mana yang dilakukan oleh kelompok2 salafus soleh adalah perkara yang baik." (Majmu'ul Fatawa 131/23)

kesimpulan: oleh itu digalakkan menghidupkan malamnya dengan ibadah dan siangnya dengan puasa.

Rujukan: Lataiful Maarif oleh Ibnu Rajab, Mu'tamad oleh Dr Muhammad Zuhaily dan Lailatun Nisfis Sya'ban oleh Syeikh Zaki Ibrahim.
Related Posts with Thumbnails

Demo Mansuh ISA




















Related Posts with Thumbnails
 
Copyright @ 2008 DarulMujahidin: Ogos 2009 | Design By iEn | Resolution: 1024x768 | Best View: Firefox | Top