Kewajiban Dai Saat Menghadapi Ujian (BERPEGANG TEGUH PADA SYURA)
Kewajiban Dai Saat Menghadapi Ujian - BERPEGANG TEGUH PADA SYURA
Rabu, 30 Oktober 07 -
Tengah dirundung ujian bukan alasan untuk mengabaikan syura (musyawarah). Justeru di saat seperti itu tingkat perlu kita bersam agar syura semakin tinggi. Mengapa? Di saat seseorang terhimpit berbagai kesulitan atau musibah saat berdakwah, ia sangat mudah untuk terjebak dalam sikap-sikap emosional dan berfikiran sempit. Lantas, sangat mungkin ia akan terdesak mengambil jalan pintas dengan harapan dapat keluar secara sendirian dari mengahdapi ujian.
Allah telah memerintahkan setiap kita untuk menjaga kebersamaan dengan orang-orang soleh dalam rangka mengukuhkan kesabaran kita, Dan bersabarlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Robb mereka di pagi dan petang. (Al-Kahfi 28)
Dalam kebersamaan bersama orang-orang soleh ini ada nasihat, arahan, dan yang jelas dengan kebersamaan itu musyawarah dapat dilakukan. Kerananya pula Rasulullah memberikan pesan saat terjadi ujian berat bagi kaum muslimin. Pesan ini diberikannya saat ditanya oleh Hudzaifah:
Wahai Rasulullah saw., dulu kami dalam keadaan jahiliyah dan penuh keburukan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan ini.
Apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan? Rasulullah saw. menjawab Ya, . Aku bertanya lagi, apakah setelah keburukan itu akan ada kebaikan? Ia menjawab Ya, akan tetapi ada keburukanya. Aku bertanya lagi, apa keburukannya itu? Ia menjelaskan, Adanya kelompok orang yang mengambil petunjuk selain petunjukku. Kamu kenal dia lalu kamu menolaknya. Lalu aku bertanya lagi, adakah setelah itu keburukan? Ia menjawab Ya, yaitu para penyeru menuju pintu-pintu jahanam. Siapa yang mengikuti mereka menuju jahanam maka Allah akan campakkan mereka ke dalamnya. Aku bertanya, wahai Rasulullah, terangkanlah kepada kami tentang mereka. Rasulullah saw. mengatakan, Mereka seperti kulit kita dan bercakap dengan bahasa kita. Aku bertanya, Apa yang kau perintahkan jika aku mengalami hal itu? Rasulullah saw. menjawab, Kamu harus berpegang teguh terhadap jamaah Muslimin dan imamnya. (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjelaskan pasang surut kaum Muslimin. Di antara ujian berat kaum muslimin adalah munculnya orang-orang yang mengaku muslim tetapi mengikut petunjuk yang bukan dari Rasulullah saw. Begitu pula orang-orang yang menamakan diri mereka pendakwah, tetapi mereka bukan menyeru kepada kebenaran melainkan sebaliknya: kepada kesesatan. Mereka disifakkan oleh Rasulullah saw sebagai penyeru Neraka Jahanam. Dan pesan Rasulullah saw tegas: Kamu harus berpegang teguh terhadap jamaah Muslimin dan imamnya. Apa manfaatnya? Antara lain agar segala persoalan yang timbul akan ada jalan keluarnya dengan cara syura. Dalam keadaan sesulit mana pun syura justru sangat menguntungkan. Sabda Rasulullah saw: Tidak kecewa orang yang istikharah (minta pilihan kepada Allah), tidak menyesal orang yang bermusyawarah dan tidak melarat orang yang hemat.(Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Ash-Shaghir dan Al-Ausath)
Tengok bagaimana saat menjelang perang Uhud, Rasulullah saw mengajak para sahabat bermusyarah. Mereka diajak menentukan pilihan dalam menyambut kedatangan pasukan kafir Quraisy dari Makkah: di dalam kota atau ke luar dari kota Madinah? Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw, perintah Allah swt. Firman-Nya:
Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan solat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagaian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.(Asy-syura 36)
Dengan ayat itu kita memahami bahwa Islam telah mengutamakan musyawarah pada tempat yang agung. Ayat itu memandang sikap komitmen kepada hukum-hukum syura dan menghiasi diri dengan adab syura sebagai salah satu faktor pembentuk kepribadian Islam, dan termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebih menegaskan fungsi syura, ayat di atas menyebutkannya secara jelas dengan satu ibadah fardhu ain yang tidaklah Islam sempurna dan tidak pula iman lengkap kecuali dengan ibadah itu, yakni solat, infak, dan menjauhi perbuatan keji.
Bahkan untuk urusan keluarga saja , Allah swt. memerintahkan syura. Perhatikanlah ayat berikut: Maka jika mereka berdua ingin menyendiri (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. (Al-Baqarah 233)
Lebih jauh dari itu, Rasulullah saw. menjadikan berjalannya syura sebagai satu organisasi kepemimpinan yang baik. Beliau bersabda:
Jika para pemimpin kamu adalah orang-orang terbaik, orang-orang kayanya merupakan orang-orang yang paling dermawan, dan urusan kamu dimusyawarahkan di antara kamu, maka permukaan bumi lebih baik bagi kamu dari pada perut bumi. Dan jika para pemimpin kamu adalah orang-orang paling buruk, orang-orang kaya merupakan orang-orang paling kikir, dan urusan kamu diserahkan kepada perempuan-perempuan kamu, maka perut bumi lebih baik dari kamu serta permukaannya. (At-Tirmidzi)
Prinsip syura ini difahami oleh para sahabat Rasulullah saw. Khalifah Umar Bin Khattab, misalnya mengatakan, Tiada kebaikan pada suatu urusan yang dilaksanakan tanpa musyawarah. (An-Nizham As-Siyasi Fil-Islam, Muhammad Abdul-Qadir Abu Faris.)
Para sahabat dan para khalifah ini menempuh jalan yang telah digariskan oleh Rasulullah saw., Nabi dan pemimpin mereka megharungi berbagai ujian kehidupan. Mereka mengaplikasikan sistem syura pada masa-masa khulafah-rasyidin. Abu Bakar misalnya, meminta pendapat Umar Bin Khattab dan mengumpulan para sahabat lainnya untuk membincangkan persoalan apa saja yang tidak didapati nashnya dalam Quran dan tidak pula dalam Sunnah.
Begitu pula yang dilakukan Umar, Utsman, Ali dan para pemimpin lain. Saat terjadi pertempuran dengan Persia, panglima tentara Persia meminta bertemu dengan panglima perang kaum Muslimin untuk melakukan perundingan. Setelah panglima perang Persia itu menyampaikan keinginannya, panglima perang Muslimin menjawab, Beri saya waktu untuk bermusyawarah dengan orang-orang saya. Panglima Persia itu mengatakan, Kami tidak mengangkat orang yang selalu mengajak bermusyawarah sebagai pemimpin. Panglima Muslim itu menjawab, Kerana itulah kami selalu mengalahkan kamu. Kami justeru tidak pernah mengangkat pemimpin dari orang yang tidak mau bermusyawarah.
Jika syura sudah memutuskan sesuatu maka hal itu wajib diikuti. Quran dan Sunnah Rasulullah saw. baik yang bersifat qauli (perkataan) maupun amali (praktik)- telah menjelaskan bahawa syura adalah memiliki nilai yang tinggi, wajib diikuti, dan ia tidak terpisahkan dari agama Islam. Firman Allah swt.: Maafkanlah mereka, mintakanlah ampunan bagi mereka, dan ajaklah mereka bermusyawarah. (Ali 'Imran 159)
Ayat itu turun setelah terjadi perang Tabuk. Ayat itu mengakui kebenaran jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw. yang telah mengajak bermusyawarah kepada para sahabat untuk menghadapi orang-orang kafir di Uhud.
Jika pun syura dalam bentuknya yang ideal sulit dilakukan dalam keadaan darurat, paling tidak istisyarah (minta pendapat) kepada orang lain atau minta nasihat penting untuk dilakukan. Jangan kamu berkata pernah bahwa kita dapat menyelesaikan persoalan sendirian tanpa bantuan orang lain. Kerana sikap sombong semacam ini hanya akan mempertinggi tempat jatuh. Allahu A'lam.
Rabu, 30 Oktober 07 -
Tengah dirundung ujian bukan alasan untuk mengabaikan syura (musyawarah). Justeru di saat seperti itu tingkat perlu kita bersam agar syura semakin tinggi. Mengapa? Di saat seseorang terhimpit berbagai kesulitan atau musibah saat berdakwah, ia sangat mudah untuk terjebak dalam sikap-sikap emosional dan berfikiran sempit. Lantas, sangat mungkin ia akan terdesak mengambil jalan pintas dengan harapan dapat keluar secara sendirian dari mengahdapi ujian.
Allah telah memerintahkan setiap kita untuk menjaga kebersamaan dengan orang-orang soleh dalam rangka mengukuhkan kesabaran kita, Dan bersabarlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Robb mereka di pagi dan petang. (Al-Kahfi 28)
Dalam kebersamaan bersama orang-orang soleh ini ada nasihat, arahan, dan yang jelas dengan kebersamaan itu musyawarah dapat dilakukan. Kerananya pula Rasulullah memberikan pesan saat terjadi ujian berat bagi kaum muslimin. Pesan ini diberikannya saat ditanya oleh Hudzaifah:
Wahai Rasulullah saw., dulu kami dalam keadaan jahiliyah dan penuh keburukan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan ini.
Apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan? Rasulullah saw. menjawab Ya, . Aku bertanya lagi, apakah setelah keburukan itu akan ada kebaikan? Ia menjawab Ya, akan tetapi ada keburukanya. Aku bertanya lagi, apa keburukannya itu? Ia menjelaskan, Adanya kelompok orang yang mengambil petunjuk selain petunjukku. Kamu kenal dia lalu kamu menolaknya. Lalu aku bertanya lagi, adakah setelah itu keburukan? Ia menjawab Ya, yaitu para penyeru menuju pintu-pintu jahanam. Siapa yang mengikuti mereka menuju jahanam maka Allah akan campakkan mereka ke dalamnya. Aku bertanya, wahai Rasulullah, terangkanlah kepada kami tentang mereka. Rasulullah saw. mengatakan, Mereka seperti kulit kita dan bercakap dengan bahasa kita. Aku bertanya, Apa yang kau perintahkan jika aku mengalami hal itu? Rasulullah saw. menjawab, Kamu harus berpegang teguh terhadap jamaah Muslimin dan imamnya. (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjelaskan pasang surut kaum Muslimin. Di antara ujian berat kaum muslimin adalah munculnya orang-orang yang mengaku muslim tetapi mengikut petunjuk yang bukan dari Rasulullah saw. Begitu pula orang-orang yang menamakan diri mereka pendakwah, tetapi mereka bukan menyeru kepada kebenaran melainkan sebaliknya: kepada kesesatan. Mereka disifakkan oleh Rasulullah saw sebagai penyeru Neraka Jahanam. Dan pesan Rasulullah saw tegas: Kamu harus berpegang teguh terhadap jamaah Muslimin dan imamnya. Apa manfaatnya? Antara lain agar segala persoalan yang timbul akan ada jalan keluarnya dengan cara syura. Dalam keadaan sesulit mana pun syura justru sangat menguntungkan. Sabda Rasulullah saw: Tidak kecewa orang yang istikharah (minta pilihan kepada Allah), tidak menyesal orang yang bermusyawarah dan tidak melarat orang yang hemat.(Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Ash-Shaghir dan Al-Ausath)
Tengok bagaimana saat menjelang perang Uhud, Rasulullah saw mengajak para sahabat bermusyarah. Mereka diajak menentukan pilihan dalam menyambut kedatangan pasukan kafir Quraisy dari Makkah: di dalam kota atau ke luar dari kota Madinah? Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw, perintah Allah swt. Firman-Nya:
Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan solat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagaian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.(Asy-syura 36)
Dengan ayat itu kita memahami bahwa Islam telah mengutamakan musyawarah pada tempat yang agung. Ayat itu memandang sikap komitmen kepada hukum-hukum syura dan menghiasi diri dengan adab syura sebagai salah satu faktor pembentuk kepribadian Islam, dan termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebih menegaskan fungsi syura, ayat di atas menyebutkannya secara jelas dengan satu ibadah fardhu ain yang tidaklah Islam sempurna dan tidak pula iman lengkap kecuali dengan ibadah itu, yakni solat, infak, dan menjauhi perbuatan keji.
Bahkan untuk urusan keluarga saja , Allah swt. memerintahkan syura. Perhatikanlah ayat berikut: Maka jika mereka berdua ingin menyendiri (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. (Al-Baqarah 233)
Lebih jauh dari itu, Rasulullah saw. menjadikan berjalannya syura sebagai satu organisasi kepemimpinan yang baik. Beliau bersabda:
Jika para pemimpin kamu adalah orang-orang terbaik, orang-orang kayanya merupakan orang-orang yang paling dermawan, dan urusan kamu dimusyawarahkan di antara kamu, maka permukaan bumi lebih baik bagi kamu dari pada perut bumi. Dan jika para pemimpin kamu adalah orang-orang paling buruk, orang-orang kaya merupakan orang-orang paling kikir, dan urusan kamu diserahkan kepada perempuan-perempuan kamu, maka perut bumi lebih baik dari kamu serta permukaannya. (At-Tirmidzi)
Prinsip syura ini difahami oleh para sahabat Rasulullah saw. Khalifah Umar Bin Khattab, misalnya mengatakan, Tiada kebaikan pada suatu urusan yang dilaksanakan tanpa musyawarah. (An-Nizham As-Siyasi Fil-Islam, Muhammad Abdul-Qadir Abu Faris.)
Para sahabat dan para khalifah ini menempuh jalan yang telah digariskan oleh Rasulullah saw., Nabi dan pemimpin mereka megharungi berbagai ujian kehidupan. Mereka mengaplikasikan sistem syura pada masa-masa khulafah-rasyidin. Abu Bakar misalnya, meminta pendapat Umar Bin Khattab dan mengumpulan para sahabat lainnya untuk membincangkan persoalan apa saja yang tidak didapati nashnya dalam Quran dan tidak pula dalam Sunnah.
Begitu pula yang dilakukan Umar, Utsman, Ali dan para pemimpin lain. Saat terjadi pertempuran dengan Persia, panglima tentara Persia meminta bertemu dengan panglima perang kaum Muslimin untuk melakukan perundingan. Setelah panglima perang Persia itu menyampaikan keinginannya, panglima perang Muslimin menjawab, Beri saya waktu untuk bermusyawarah dengan orang-orang saya. Panglima Persia itu mengatakan, Kami tidak mengangkat orang yang selalu mengajak bermusyawarah sebagai pemimpin. Panglima Muslim itu menjawab, Kerana itulah kami selalu mengalahkan kamu. Kami justeru tidak pernah mengangkat pemimpin dari orang yang tidak mau bermusyawarah.
Jika syura sudah memutuskan sesuatu maka hal itu wajib diikuti. Quran dan Sunnah Rasulullah saw. baik yang bersifat qauli (perkataan) maupun amali (praktik)- telah menjelaskan bahawa syura adalah memiliki nilai yang tinggi, wajib diikuti, dan ia tidak terpisahkan dari agama Islam. Firman Allah swt.: Maafkanlah mereka, mintakanlah ampunan bagi mereka, dan ajaklah mereka bermusyawarah. (Ali 'Imran 159)
Ayat itu turun setelah terjadi perang Tabuk. Ayat itu mengakui kebenaran jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw. yang telah mengajak bermusyawarah kepada para sahabat untuk menghadapi orang-orang kafir di Uhud.
Jika pun syura dalam bentuknya yang ideal sulit dilakukan dalam keadaan darurat, paling tidak istisyarah (minta pendapat) kepada orang lain atau minta nasihat penting untuk dilakukan. Jangan kamu berkata pernah bahwa kita dapat menyelesaikan persoalan sendirian tanpa bantuan orang lain. Kerana sikap sombong semacam ini hanya akan mempertinggi tempat jatuh. Allahu A'lam.
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
0 ulasan:
Catat Ulasan